Berkunjung ke Gleneagles Hospital di Singapura

Suatu hari Rabu pagi, akhir Januari 2015, di Singapura.
Hari itu saya dan dua orang blogger lainnya, Mbak Dessy dan Mbak Haya, mendapat kesempatan yang spesial: berkunjung ke Rumah Sakit Gleneagles atau Gleneagles Hospital (GEH), dan ngobrol santai bersama perwakilan dari Gleneagles. Ada perwakilan dari marketing communication, Lynndy Lee; international patients service, Christabel; hospital administration, Yee Ming Fen; dan yang paling spesial adalah kehadiran Dokter Vincent Chia, yang kemudian saya ketahui sebagai Chief Executive Officer alias CEO dari GEH.

Bagaimana perasaan saya?  Sejujurnya sih saya grogi..  Groginya karena hal sepele tapi kok ya penting juga: rasanya hari itu saya salah pilih baju deh. Karena hari itu adalah hari terakhir dari trip HappyBloggers di Singapura (tulisan sebelumya ada di sinisini dan sini), saya memilih berbaju santai biar enak dipakai sampai malam, dan nyaman sewaktu penerbangan pulang menuju Indonesia. Yang meleset dari perhitungan saya: ternyata hari itu saya “menghadap” tim resmi, profesional, dan juga seorang CEO instansi terkenal di Singapura (dan bahkan di Asia), CEO Gleneagles Hospital. Aduh, grogi deh.

Syukurnya sampai hari ini sih tidak ada yang mengeluhkan pilihan baju saya sih. Tapi yang memuji juga gak ada sih (hahaha).. Tapi ya sudahlah, bukan itu intinya. Saya mau sharing tentang macam-macam hal yang saya dapatkan dari sekitar 40 menit ngobrol-ngobrol bersama tim GEH pagi hari itu.

HappyBloggers ngobrol bareng tim Gleneagles
HappyBloggers ngobrol bareng tim Gleneagles

Perkenalan kami dengan para personel GEH berlangsung cukup singkat, ramah, dan tidak banyak basa-basi. Gaya minim basa-basi dan to the point ini menurut saya bukan karena mereka kaku atau tidak tulus, tapi sepertinya ini wujud dari sikap “menghargai waktu” dan profesionalisme mereka. Menurut saya sudah wajar dan sepantasnya, tim dan pimpinan dari sebuah badan yang besar seperti Gleneagles Hospital harus menggunakan waktu dengan baik dan efisien. Apalagi kalau sudah menyangkut kesehatan dan nyawa manusia lah ya.

Setelah perkenalan, Ming Fen dari GEH langsung memulai dengan menceritakan sejumlah latar belakang dan fakta tentang GEH. Mungkin ada/banyak yang tidak tahu tentang GEH dengan mendetail, meski sudah cukup mudeng mendengar nama rumah sakit “Gleneagles”? Ya, kayak saya inilah, hehe. Tahun 2014 kemarin, GEH baru saja merayakan ulang tahunnya yang ke-55. Jadi sejarah dari GEH ternyata sudah cukup panjang, tepatnya sejak tahun 1957, diawali sebagai nursery home, dan akhirnya berkembang menjadi rumah sakit besar seperti sekarang. Secara lokasi, GEH ini sangat strategis, terletak lumayan di tengah-tengah Singapura, tak begitu jauh dari Orchard Road (yang terkenal itu), tepatnya di Napier Road.

Gleneagles Hospitals (GEH) merupakan bagian dari Parkway Hospitalsjadi satu grup dengan Mount Elizabeth Hospitals dan Parkway East Hospitals, dan kalau belum tahu, grup ini adalah grup rumah sakit swasta di Singapura. GEH memiliki kapasitas 270 bed (tempat tidur), dan mereka melayani spesialisasi penyakit yang luas, termasuk Onkologi (spesialis penyakit kanker), Kardiologi, Bedah Umum, Bedah Ortopedi, Kedokteran Olahraga, Obgyn dan lainnya yang bisa kamu lihat di website mereka. Di GEH, ada lebih dari 30 spesialisasi dan sub-spesialisasi kedokteran yang ditangani oleh lebih dari 300 dokter on-site.

Di tahun 2013 dan 2014 lalu, GEH masuk ke dalam list Top 10 World’s Best Hospitals for Medical Tourists yang dikeluarkan oleh Medical Travel Quality Alliance.
Medical tourists? Apakah itu? Apakah ini artinya turis-turis yang mendaftar ikut tour khusus menuju tempat-tempat medis? Oh, ternyata bukan. Kita mulai dulu dengan arti kegiatan ‘medical tourism’ ya.

Menurut Wikipedia, medical tourism atau health tourism adalah perjalanan (travel) yang dilakukan seseorang ke negara lainnya dengan tujuan memperolah perawatan medis di negara tujuannya itu. Yang sering terjadi, medical tourism ini dilakukan oleh orang-orang dari negara yang belum begitu maju, dengan destinasi pusat medis di negara yang lebih maju (atau ke manapun) untuk mendapatkan layanan kesehatan yang tidak terdapat di tempat mereka berasal.
Jadi jangan dibayangkan kalau medical tourist ini pasti masih sempat shopping di tempat tujuan mereka ya, mereka yang sakit cukup parah dan berobat di luar negeri, itu juga disebut medical tourist kok. Kalau diterjemahkan mungkin istilahnya bisa diganti dengan turis medis. 

Kembali ke sharing tentang Gleneagles alias GEH, ternyata mereka melayani cukup banyak pasien yang berasal dari luar Singapura. Total pasien asing (international patients) yang dilayani adalah sekitar 35% dari total pasien GEH, dan dari total pasien asing ini, ternyata yang paling banyak adalah dari negara Indonesia, sekitar 70% dari seluruh pasien asing.

Apa sih yang membuat orang-orang memilih untuk diperiksa di Singapura? Katanya sih di Singapura ini biaya berobat cukup mahal ya, tapi mendengar penuturan dari tim GEH, saya jadi maklum karena memang rumah sakit di Singapura memiliki standar healthcare yang tinggi dan sudah banyak kasus yang membuktikan keberhasilan pasien-pasien yang berobat di Singapura. GEH sendiri memiliki komitmen tinggi untuk menjaga dan terus meningkatkan kualitas pelayanan mereka. Beberapa hal yang saya catat tentang komitmen mereka adalah sebagai berikut:

Pertama, sejak tahun 2013, GEH memiliki branding yang disebut Gleneagles Touch. Salah satu isinya adalah komitmen “Gleneagles Promise” bahwa setiap pasien dapat menerima tindakan operasi dalam waktu 24 jam dari konsultasi. Ini berlaku untuk pasien dari Singapura maupun pasien asing dari luar negeri. Tentunya ada kondisi-kondisi yang harus dipenuhi ya, dan ini akan berbeda-beda untuk tiap penyakit yang diderita oleh pasien.

Bagaimana GEH bisa yakin dan berani memberikan komitmen ini? Yang utama, tentunya adalah ketersediaan dokter yang dapat menangani pasien. Tak hanya 300 dokter yang sifatnya on-site, GEH juga memiliki akses ke lebih dari 1,400 orang dokter spesialis dalam Parkway Group. Ini adalah salah satu hal yang menguntungkan dari koneksi antara rumah sakit seperti GEH dalam Parkway Group.

Kedua, untuk mendukung berjalannya Gleneagles Touch terutama untuk pasien dari luar negeri,  GEH memiliki layanan bernama International Patient Service yang mampu memberikan pelayanan dan bantuan lengkap, mulai dari penjemputan dari airport, penerjemah untuk pasien dan keluarga, bahkan sampai memesankan hotel (untuk keluarga pasien), dan mengurus visa untuk pasien maupun anggota keluarganya, jika diperlukan. Di GEH, sudah ada beberapa staf khusus untuk penerjemah, dan total ada 19 bahasa yang sudah bisa didukung oleh tim penerjemah ini. Seluruh layanan penerjemah ini sifatnya cuma-cuma untuk seluruh pasien asing di GEH, sebagai bagian dari branding Gleneagles Touch.

Ketiga, masih untuk para calon pasien di luar negeri/pasien internasional, ada layanan yang bernama PAC, Patient Assistence Centres, fungsinya sebagai representatif resmi dari GEH di berbagai negara-negara. Untuk Indonesia, PAC sudah terdapat di 12 kota besar, daftarnya bisa kamu lihat di link ini. Di PAC, kita bisa dihubungkan/direkomendasikan dengan dokter spesialis tertentu sesuai kebutuhan, mengatur janji temu (appointment) dan bahkan membantu menghitung estimasi biaya yang akan perlu disiapkan pasien/keluarganya (financial consulting). Prinsipnya adalah “PAC are there to support us (GEH), to support you (para pasien).”

Keempat, GEH terus berusaha untuk meminimalkan waktu menginapnya pasien di rumah sakit. Lagi-lagi bukan karena memperlakukan dengan “tega” ya, karena ini juga kembali tergantung dari kondisi pasien. Selama kondisi pasien cepat membaik dan dapat segera melakukan rawat jalan, maka dokter tidak akan memperlama masa opname pasien. Kalau dilihat dari kacamata biaya, dengan jumlah hari opname semakin dikit, tentunya nilai total tagihan pasien akan semakin berkurang, ya kan? Dan hal ini juga bisa menjadi parameter efektivitas dan efisiensi dari GEH sendiri.

GEH dengan branding “Gleneagles Touch” juga memperhatikan detail-detail pengalaman pasien selama dirawat. Misalnya saja, selain menyediakan penerjemah tanpa dipungut biaya, GEH juga menyediakan majalah-majalah dan koran-koran yang berasal dari tempat asal pasien. Lalu, ada pihak dari Customer Service yang setiap harinya akan mengunjungi pasien asing, dan memastikan agar semua kebutuhan pasien dan keluarganya terpenuhi. Hal-hal ini akan terus dijaga dan dikembangkan oleh GEH.

CEO GEH sendiri, Dokter Vincent Chia, memiliki harapan bahwa pada akhir tahun 2015 sekitar 20% dari karyawan GEH harus dapat berkomunikasi ringan dalam bahasa Indonesia. Tujuannya tentu agar pasien-pasien dari Indonesia dapat merasa lebih ‘welcomed’, otomatis merasa lebih nyaman, dan ini semua dapat membantu kualitas pengobatannya dari pasien sendiri. 

Sempat diam-diam foto Dokter Vincent Chia dan tim waktu ngobrol-ngobrol
Sempat diam-diam foto Dokter Vincent Chia dan tim waktu ngobrol-ngobrol

Ada satu hal penting yang disampaikan oleh Dokter Vincent Chia berkaitan pilihan orang-orang untuk berobat di GEH, yang saat ini didominasi oleh pasien dengan penyakit kanker. Biasanya, pasien yang datang ke GEH, diawali dengan niat mencari ‘second opinion’, setelah usaha pasien di tempat asalnya tidak membuahkan hasil. Tak jarang, kasus pasien yang diterima di GEH sudah dalam kondisi cukup parah. Tentunya GEH berkomitmen untuk melakukan yang terbaik untuk kesembuhan pasien, akan tetapi, jika memang sudah terlalu parah karena terlambat diperiksakan atau dirujuk ke GEH, dokter yang paling ahli pun akan tidak dapat berbuat banyak untuk kesembuhan pasien.

Maka dari itu, sebenarnya dokter pun membutuhkan kerja sama dari pasien, untuk mau memeriksakan diri lebih dini, ataupun meminta second opinion lebih dini. Mengutip kata-kata Dokter Vincent Chia, “It is better to actually come (to Singapore) at the earliest stage when the disease is not so severe and aggresive”.

Dokter Vincent Chia melanjutkan penjelasannya, biasanya untuk mereka yang didiagnosa kanker, atau diabetes ataupun penyakit ginjal, seringkali memilih untuk menunggu. Menunggu untuk melihat perkembangan penyakitnya, sambil berdoa agara keadaannya membaik. Sayangnya, dan faktanya, untuk penyakit seperti kanker, diabetes, ataupun penyakit ginjal, semua penyakit ini memiliki karakter yang sama: “The longer you wait, it’s getting worse,” begitu ujar Dokter Vincent Chia. Pada saat pasien akhirnya mencoba untuk berobat (ke GEH/Singapura atau ke manapun), karena sudah terlalu lama dibiarkan, penyakitnya akan semakin sulit untuk diobati dan pengobatannya akan semakin mahal.

Dari sisi finansial, memang secara keseluruhan harga pengobatan di Singapura relatif lebih mahal. Akan tetapi, seandainya pengobatan dilakukan di awal kasus saat penyakit masih dapat ditangani dengan lebih mudah (dan dana yang tersedia masih lebih banyak) bukannya tak mungkin ini bisa menjadi solusi lebih efisien untuk pasien. Skenario terburuknya, pasien yang mengulur-ulur waktu tunggu dan mencoba alternatif sana sini sebelum dirujuk ke rumah sakit yang lebih baik, bisa saja penyakitnya malah terlanjur menjadi lebih parah/ganas, dan malah butuh biaya berobat makin tinggi, padahal dana yang tersedia sudah berkurang dipakai.

Ini hanya pengandaian saja, tapi mungkin bisa menjadi pertimbangan juga, dan tentunya semua kembali ke tiap-tiap pasien yang pasti memiliki latar belakang penyakit dan kondisi ekonomi yang berbeda-beda.

Dari sesi bersama GEH ini, saya menjadi banyak dapat hal baru untuk direnungkan, dan untuk disadari. Pertama, saya bersyukur, bahwa saya sudah mulai menyadari pentingnya keseimbangan gaya hidup untuk mencegah berbagai macam penyakit. Iya sih saya masih belum disiplin untuk menjaga makan maupun berolahraga. Tapi sudah mulai peduli, dan harus lebih sadar dan lebih niat lagi untuk kembali aktif menjaga kesehatan. GEH juga sudah terus-menerus mengajak masyarakat umum untuk lebih aktif berolahraga dan menjaga kesehatan, dengan campaign Strength for Life yang ditargetkan secara khusus untuk para perempuan.   

Kedua, saya sudah mengalami sendiri dua kasus kanker pada anggota keluarga terdekat saya: kasus kanker pada ibu saya yang sudah almarhum, dan sekarang ini, ayah saya sendiri sedang mengalami pengobatan kanker. Kedua pengalaman ini menunjukkan pada saya betapa berpengaruhnya deteksi dini pada penyakit kanker, karena dengan deteksi lebih awal dan pengobatan lebih awal, sungguh bisa memberikan kesempatan kesembuhan lebih baik, dibandingkan deteksi dan pengobatan yang telat. Keputusan jenis pengobatan tentunya akan kembali ke masing-masing pasien dan keluarganya ya, tapi memang, kalau dibiarkan terlalu lama-lama, kondisi pasien akan dapat memburuk dengan cepat.

Jadi, hal-hal penting yang menurut saya bisa ditarik dari obrolan pagi hari itu, adalah: Utamakan pencegahan dengan gaya hidup sehat yang disiplin, periksakan kesehatan dengan teratur, dan jika memang ditemukan penyakit yang berbahaya/ganas, lakukankan upaya terbaik dengan segera; tentunya dengan mementingkan juga keinginan pasien dan seluruh keluarganya.
Bagi mereka yang mampu dan ingin berobat di luar negeri, persiapkan diri dan bekali diri dengan informasi selengkap-lengkapnya, yang bisa dilakukan dengan mengontak pihak-pihak resmi dari instansi yang dituju. Bagaimanapun, kesehatan adalah harta yang sangat berharga, dan patut kita jaga dengan sebaik-baiknya; bukan begitu? 

HappyBloggers bersama tim GEH :D
HappyBloggers bersama tim GEH :D

Tulisan ini merupakan bagian dari rangkaian tulisan #HappyBloggers Trip bersama Reader’s Digest Indonesia ke Singapura:
1 – Ke Singapura bersama #HappyBloggers!
2 – #HappyBloggers ke Paragon Medical Centre
3 – #HappyBloggers ke S.E.A. Aquarium
4 – Berkunjung ke Gleneagles Hospital di Singapura

One thought on “Berkunjung ke Gleneagles Hospital di Singapura

Feel free to leave your comment!

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s