Ada Cerita di Balik Cerita: Kanker, Operasi, dan BPJS

Saya mau berbagi cerita tentang kondisi yang baru-baru ini saya alami di dalam keluarga saya, tepatnya dialami oleh ayah saya. Ayah baru saja menjalani operasi pengangkatan kanker, dan puji Tuhan seluruh biaya operasinya ditanggung BPJS Kesehatan lewat produknya JKN (Jaminan Kesehatan Nasional).

Sebagai latar belakang, anggota keluarga dari keluarga inti saya terdiri dari ayah, ibu, dan tiga orang anak perempuan, yaitu kakak saya, saya sendiri, dan adik saya. Tahun lalu, Ibu saya telah dipanggil oleh Tuhan setelah kurang lebih satu setengah tahun diketahui mengalami kondisi penyakit kanker yang disebut Multiple Myeloma, yaitu kanker pada plasma darah.

Awal Cerita

Beberapa bulan yang lalu, tepatnya sekitar bulan Juli 2014 setelah Lebaran, ayah saya menemukan adanya benjolan pada kulitnya di dekat daerah selangkangan (yaitu di daerah skrotum). Ayah saya cukup sigap dan langsung berkonsultasi dengan dokter yang beliau kenal di kota tempat tinggal kami (Bogor) yaitu seorang dokter spesialis penyakit dalam yang juga sedang dalam proses mempelajari onkologi (bidang ilmu yang mempelajari tumor, kanker). Atas rekomendasi dokter tersebut, ayah melakukan proses biopsi, yaitu pengambilan sampel untuk kemudian diuji di laboratorium.

Saat menemukan benjolan tersebut, ayah saya santai saja dan tidak bercerita kepada anak-anaknya, yang semuanya bermukim di luar kota Bogor. Baru menjelang proses biopsi, ayah bercerita tentang kondisinya pada saya, yang langsung saya teruskan kepada kakak adik saya. Saya ikut menemani ayah pada waktu ke Rumah Sakit untuk melakukan biopsi, pada pertengahan bulan Agustus 2014, di Bogor.

Hasil biopsi, yang baru datang dua minggu setelahnya, menyatakan bahwa sampel bagian tubuh ayah adalah sel tumor ganas, tergolong kanker kulit (karsinoma), tetapi syukurnya tidak menyebar maupun berkembang. (Disclaimer= Harap diingat bahwa saya adalah orang awam yang tidak seratus persen memahami penyakit ini, jadi jika ada salah kata, silakan berikan komentar dan himbauan untuk saya revisi ya. ^^)

Rekomendasi Operasi

Dengan hasil lab di tangan, ayah kemudian datang ke Rumah Sakit Kanker Dharmais (RSKD), di Slipi, Jakarta untuk mencari second opinion. Berdasarkan informasi dari sejumlah kenalan di Cancer Information and Support Center atau CISC, ayah (dan dulu ibu saya) sudah tahu kalau setiap minggunya ada kegiatan hipnoterapi untuk para penderita kanker di Dharmais, yang dilakukan bersama dokter RSKD itu sendiri .

Nah, di kesempatan inilah, ayah mendapatkan rekomendasi dokter (tanpa pengecekan langsung, hanya melihat foto dan data hasil lab saja) untuk melakukan operasi, karena sel kankernya tidak akan efektif untuk dikemoterapi maupun diradiasi. Dikatakan juga, sebaiknya operasi dilakukan sesegera mungkin, mumpung baru terdeteksi dan saat itu masih dikategorikan tidak menyebar. Hasil dari pertemuan itu, ayah ceritakan juga kepada kami, anak-anaknya.

Biaya operasi dari mana?

Jujur, otak saya langsung melilit dan hati saya menggalau gundah mendengar berita itu. Berapa banyak biaya yang harus kami siapkan? Saya memang punya tabungan untuk Dana Kesehatan ayah (dan keluarga), tapi apakah itu cukup? Kantor saya jelas tidak akan dapat membantu banyak karena hanya saya pribadi yang terhitung tanggungan program kesehatan kantor, ayah saya tidak terhitung.

Ternyata, dari dokter yang sama, ayah dianjurkan untuk mengurus semua keperluan operasi kanker dengan memanfaatkan fasilitas JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) dari  BPJS Kesehatan (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan). Saya memang sudah pernah mendengar tentang BPJS, tapi tidak tahu secara mendetail. Mendengar anjuran dokter tersebut, di hari yang sama juga ayah langsung mencari tahu tentang proses mendaftar BPJS di kota Bogor.

Mendaftar BPJS

Karena kesibukan saya (bekerja) di Jakarta, sementara JKN dari BPJS Kesehatan ini harus diurus sesuai dengan data diri dalam KTP (yaitu KTP Bogor), ayah saya berinisiatif untuk mengurus semuanya sendiri. Ayah saya memang ayah yang hebat dan serba mandiri :) (meski malu juga sih kalau cerita jujur gini, saya merasa kurang banget membantu langsung ayah saya.. huhu).

Kunjungan ayah ke RSK Dharmais untuk hipnoterapi itu dilakukan pada suatu hari Kamis. Keesokan harinya, jadi hari Jumat, pagi-pagi banget ayah langsung ke Bank yang menjadi ‘rekanan’ BPJS. Gak tanggung-tanggung, jam 04.30 pagi ayah sudah jalan untuk ambil antrian, dan itu sudah dapat sekitar nomor 8. Banknya sendiri baru buka jam 08.00 pagi. Memang mengambil nomor antrian sepagi mungkin, adalah kunci.

Proses yang ayah tempuh kira-kira sebagai berikut:

  1. Mengisi formulir pendaftaran yang didapat saat mengantri di bank. Kelengkapan dokumen yang dibutuhkan: fotokopi KTP, Kartu Keluarga, dan foto diri (pasfoto).
  2. Setelah formulir dimasukkan di bank, ayah langsung mendapatkan nomor virtual account.
  3. Melakukan penyetoran pertama ke virtual account, langsung di bank tersebut.
  4. Selesai menyetor/membayar, ayah pergi menuju Kantor Pusat BPJS di Bogor untuk mengambil kartu anggota. Ini langsung dapat dilakukan pada hari yang sama.
  5. Kartu anggota selesai diambil, resmi sudah terdaftar menjadi anggota BPJS :)
    Kira-kira jam 13.00 siang ayah sudah memiliki kartu tersebut di tangan.

Untuk produk JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) dari BPJS Kesehatan, ada tiga pilihan kelas, yaitu Kelas III, II dan I, dengan besar iuran yang berbeda-beda, tapi untungnya tidak terlalu mahal. Silakan dilihat di sini besarannya. Ayah saya memilih untuk ikut BPJS JKN Kelas I, iurannya Rp 59.500,- per bulan.

Jadi untuk mengurus pendaftaran JKN di BPJS, berdasarkan pengalaman ayah di Bogor, “cukup” dilakukan dalam satu hari, selama mendapat nomor antrian yang awal, dan untuk itu, harus berusaha mengambil nomor antrian pagi-pagi banget. 

Lalu bagaimana proses mengurus biaya operasi ayah? Sebelum itu terjadi, harus melalui proses administrasi dulu sesuai prosedur yang ditentukan BPJS.

Mengurus Dokumen Rujukan

Kesokan hari setelah kartu anggota JKN dari BPJS Kesehatan jadi, Sabtu pagi-pagi banget (jam 04.30 lagi) ayah mengambil nomor antrian di RSUD. Iya, rupanya biasanya di RS pun akan ada nomor antrian khusus pasien BPJS yang perlu diambil. Hal ini bisa berbeda-beda di tiap daerah sih. Nah, tapi ayah tidak langsung konsultasi di RSUD. Soalnya ada prosedur lain dulu.

Setelah punya nomor antrian, di Sabtu pagi yang sama, begitu Puskesmas di wilayah kecamatan buka, ayah mendaftar untuk diperiksa petugas Puskesmas, dan minta rujukan ke RSUD setempat (yang nomor antriannya sudah diambil). Di Puskesmas ini antriannya normal dan tidak perlu ambil nomer pagi-pagi. Karena kasus ayah adalah penyakit kanker, tentunya permohonan rujukan langsung diproses. Sebaiknya sudah punya nama dokter yang dituju di RSUD.

Setelah dari Puskesmas, sore harinya ayah ke RSUD dan kemudian mengantri bertemu dokter (karena memang praktek sore). Dari dokter tersebut, lalu minta surat rujukan untuk ke Rumah Sakit Kanker Dharmais (RSKD), Slipi, dengan nama dokter urolog onkolog yang sudah ayah ketahui. Dokter di RSUD juga kooperatif dan langsung membuatkan surat rujukan sesuai permintaan.

Nah, ayah langsung menuju ke RSKD hari Senin berikutnya, sesuai dengan hari praktek dokter yang terkait untuk BPJS. Akan tetapi ternyata ada dokumen yang kurang, yaitu Surat Rujukan dari Kantor Pusat BPJS Bogor, karena penanganan kasus penyakit ayah akan dilakukan lintas provinsi. Maka hari itu juga ayah kembali ke Bogor dan mengurus surat rujukan lintas provinsi dari Kantor Pusat BPJS Bogor. Barulah besoknya, hari Selasa, ayah bisa kembali ke Rumah Sakit Kanker Dharmais (RSKD).

Kembali ke Rumah Sakit Kanker Dharmais

Di RSKD, kembali harus mengambil nomor antrian pagi-pagi banget (idealnya berangkat jam 4 pagi dari Bogor). Kalau “kesiangan” baru berangkat jam 5 pagi, akan kena macet panjang di Jagorawi. Nomor antrian ini berlaku untuk mendapatkan Surat Elegibilitas Peserta (SEP), yaitu surat penanda kalau pasien berhak ditanggung BPJS, jadi dibebaskan dari biaya. SEP ini dipakai untuk konsultasi ke dokter.

Setelah bertemu dan diperiksa langsung oleh dokter, barulah dokter mengeluarkan estimasi tindakan dan obat apa saja yang diperlukan untuk operasi pengangkatan kanker ayah. Estimasi ini termasuk sekian malam menginap di RS, obat-obatan standar yang diperlukan saat operasi dan pasca operasi, tindakan operasi dan lain-lain. Estimasi ini lalu ayah bawa di kasir untuk ditafsirkan menjadi angka total biaya. Lalu estimasi total biaya harus dibawa ke loket khusus mengurus JKN dari BPJS di RSKD untuk mendapatkan persetujuan BPJS. RSK Dharmais memang memiliki loket khusus untuk BPJS, dan dapat melakukan approval di tempat (tidak perlu ke kantor BPJS lagi, syukurnya). Untuk operasi ayah, estimasi biaya total mencapai tiga puluh empat juta rupiah, dan BPJS menerima dan menyetujuinya, puji Tuhan!

Penantian Untuk Rawat Inap

Setelah disetujui, lalu mulailah masa penantian untuk ‘kapan bisa masuk RS’ yang tidak tentu lamanya. Penyebabnya adalah karena slot kamar rawat inap di RSKD untuk pasien yang ditanggung JKN BPJS selalu penuh, jadi kapan ayah bisa operasi, tergantung kapan ada kamar yang kosong dulu supaya ayah bisa masuk opname. Jadwal operasi baru disesuaikan segera setelahnya. Total masa menunggu kami, kira-kira tiga minggu lamanya.

Pemberitahuan dari RSKD datang cukup tiba-tiba, yaitu pada hari Minggu, 21 September 2014 sekitar jam 09.00 pagi, lewat telepon. Ayah diminta untuk segera mendaftar masuk ke RSKD pada hari yang sama, siang hari itu juga. Pemberitahuan yang mendadak itu membuat rencana weekend harus berubah total deh. Untungnya ayah memang sudah siap sedia, sudah packing sebuah tas untuk dibawa ‘nginap’ di rumah sakit. Jadi Minggu siang itu juga ayah langsung ke Jakarta dan mendaftar masuk sebagai pasien rawat inap.

Rawat Inap sebelum Operasi

Di RSKD, ayah saya kembali mengurus SEP sebelum bisa masuk kamar. SEP ini diurus dengan mengantri (lagi) di loket JKN BPJS, tentunya. Kamar kelas I yang dihuni ayah, diperuntukkan untuk dua pasien, yang dibatasi oleh tirai. Ruangannya tidak jelek-jelek banget, kamar mandi cukup besar, ada lemari besar dan laci nakas untuk menyimpan barang-barang, dan ada sebuah kursi dan sebuah sofa untuk pendamping/penunggu.

Hari pertama masuk rumah sakit, belum dicek apa-apa. Lagipula hari Minggu sih ya (sepertinya dokter-dokter tidak beredar di hari Minggu). Barulah pada hari Senin dan Selasa setelahnya, ada kunjungan dan pemeriksaan dari dokter, dan ditetapkan kalau operasi akan di lakukan hari Kamis, tanggal 25 September 2014.

Sekedar tips, setelah ada SEP, apalagi untuk rawat inap, fotokopilah banyak-banyak! Karena akan terus diminta copy-nya, misalnya untuk menebus obat dan lain semacamnya. SEP ini sudah macam surat sakti saja, melancarkan jalan untuk pasien yang ditanggung JKN dari BPJS (jadi tidak perlu bayar apapun).

Selain dokter yang akan membedah ayah saya, yaitu dokter urolog onkolog, ternyata karena kanker ayah ada pada kulit, operasi ayah akan melibatkan dokter bedah plastik juga. Setelah diperiksa dokter, muncul estimasi baru yang perlu diurus lagi: dibawa ke kasir untuk diketahui total biayanya, dibawa ke loket JKN BPJS untuk kembali mendapatkan persetujuan/approval BPJS. Syukurnya dalam satu hari yang sama (kalau tidak salah hari Senin atau Selasa), persetujuan BPJS bisa didapat. Penambahan biaya untuk operasi plastik ini sekitar dua puluh juta lebih. (Terima kasih BPJS!)

Saya dan ayah saya
Saya bersama ayah, di ruang tempat rawat inap, hari pertama masuk rumah sakit. Ayah masih bisa jalan-jalan di dalam komplek RSKD :)

Selama dirawat inap, dari hari Senin sampai Rabu, ayah saya masih bisa jalan-jalan keliling dan ke samping rumah sakit untuk makan, atau lihat-lihat, atau bahkan belanja. Soalnya kanker yang dialami ayah, tidak sampai mengganggu aktivitasnya, bahkan tidak ada rasa nyeri atau sakit sekalipun. Jadilah tiga hari pertama di rumah sakit itu seperti menginap di “hotel” saja, tapi harus pakai gelang penanda pasien rumah sakit, hehe..

Hari Operasi

Menjelang hari operasi, malam sebelumnya, yaitu Rabu, ayah diminta untuk puasa sebelum operasi. Operasi akan dilakukan pagi hari, jadi puasa dimulai dari jam 12 tengah malam, tidak boleh makan apa-apa lagi, dan sejak jam 3 pagi tidak boleh minum apapun. Memang rupanya prosedur puasa untuk operasi seperti ini wajar adanya, bahkan biasanya durasi puasa bisa jauh lebih panjang lagi.

Sekitar jam 07.20 pagi, ayah sudah siap-siap dijemput suster dengan kursi roda. Karena akan kembali ke kamar yang sama, barang-barang cukup ditaruh di lemari, dan dikunci. Dari kamar ayah yang ada di lantai 8, saya ikut mengiring ayah dan suster ke lantai 3, lantai tempat operasi. Setelah ayah disiapkan (ganti baju lagi) untuk masuk ke ruang operasi, dokter dan suster memberi kami kesempatan untuk doa bersama, lalu saya dipersilakan menunggu di luar.

Ayah berada di ruang operasi kurang lebih dari jam 07.45 pagi, dan keluar ruang operasi jam 12.30. Selama operasi, saya sempat dua kali dipanggil, yang pertama untuk dikasih lihat sejumlah “serpihan daging kecil” yang sudah diangkat, lalu yang kedua untuk dikasih lihat “daging besar” yang sudah diangkat, sekalian menandatangani satu surat persetujuan tindakan tambahan. Foto-foto benda/daging itu gak usah saya pajang di sini ya, hehe. Gak enak dilihatnya lah. Semua yang diangkat itu, dikirim lagi ke bagian patologi, untuk diperiksa lebih lanjut.

Ternyata operasinya selesai sekitar jam 11.30, tapi selama satu jam sampai ayah keluar ruang operasi itu, adalah waktu pemulihan, masih di dalam ruang operasi sana. Kayaknya sih gitu ya. Syukur puji Tuhan, operasi berjalan lancar. Ketika keluar ruang operasi, saya dipanggil lalu suster-susternya langsung membawa ayah (kali ini sudah langsung berbaring di bed) ke ruangnya kembali. Waktu keluar ruang operasi itu ayah sudah sadar tapi masih pusing-pusing, efek obat bius yang masih tersisa. Oh ya ayah gak boleh bangkit berdiri mapun duduk dulu, harus banyak baring lurus sampai lukanya kering dengan rapi. Ada juga alat infus, drain, dan kateter yang ayah pakai sejak keluar ruang operasi.

Pemulihan dan Keluar Rumah Sakit

Jadi sepanjang hari Kamis, ayah banyak berbaringnya dan belum bisa banyak makan (sempat muntah ketika mencoba makan pertama kali). Luka operasinya tidak nyeri, karena dibantu juga dengan obat-obatan (lewat infus), tapi efek samping dari obat itu, sempat gampang pusing dan mual. Akhirnya esok hari, di hari Jumat, obat infus itu diganti dokter (karena permintaan kami juga) dan diresepkan yang baru. Resep obat yang baru ini, saya yang urus ke bagian farmasi dan kasir, karena rupanya tipe obat itu tidak ditanggung oleh JKN BPJS, bersama dengan satu obat oles lainnya. Sepanjang ayah dirawat di rumah sakit, hanya satu kali ini saja lho kami harus membayar sendiri ke kasir, lain-lainnya tidak ada yang kami tanggung sendiri. Terpujilah JKN dari BPJS!
(Silakan baca apa saja yang ditanggung JKN dari BPJS pada tulisan saya di sini.)

Meski sama sekali gak boleh bangkit berdiri, ayah sudah boleh bisa duduk, dan akibatnya sudah bisa makan sendiri. Sejak hari Jumat, makanan selalu habis. Memang ayah itu pasien yang nurut dan rajin makan, hehe. Drain, kateter dan infus, masih terus dipakai sampai Senin pagi.

Hari Senin kemarin tanggal 29 September, setelah diperiksa para dokter di pagi hari, ayah saya langsung diijinkan lepas drain, kateter dan infus, dan ternyata boleh langsung keluar rumah sakit, yay! Untuk keluar rumah sakit, kami harus mengurus surat pulang. Saya memintakan tanda tangan surat pulang itu di bagian Tata Rekening, dan di sini SEP asli harus dikembalikan. Lalu setelahnya tanda tangan di bagian Admisi, dan sesudahnya saya tinggal kembalikan ke suster jaga. Setelah obat minum ayah (untuk rawat jalan) datang, kami bebas pulang deh. Ayah saya sudah gak mau pakai kursi roda pula, jalan sendiri ke Lobby dan ke mobil (untung gak nyetir sendiri, karena ada sopir yang akan menyetir mobil sampai ke rumah di Bogor).

Oh ya, untuk mobil keluarga pasien yang menginap di RSKD, bisa ‘langganan’ parkir, lima puluh ribu saja untuk seminggu. Jadi mobil kami (yang dikemudikan sendiri oleh ayah ketika datang ke rumah sakit), gak begitu mahal biaya parkirnya. Biaya parkir sih gak bisa dibayarkan BPJS, haha..

Begitulah kurang lebih cerita tentang pengalaman ayah saya. Masih belum total selesai sih, karena pasti masih kontrol ke dokter bedah plastik maupun urolog onkolog, hari Jumat nanti dan Senin depan. Setiap datang ke RSKD pasti akan perlu mengurus SEP lagi. Tapi sudah terbukti, JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) dari BPJS ini sungguh membantu biaya kesehatan ayah saya.

Untuk mendaftar JKN milik BPJS, bisa juga lho dilakukan dengan mengisi formulir pendaftaran online di sini. Tapi kelengkapan proses selanjutnya, mungkin akan perlu datang langsung (atau diwakilkan?) ke kantor BPJS.

Semoga tulisan ini membantu memberi gambaran tentang fasilitas JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) dari BPJS ya. Ayo daftar JKN dari BPJS! Memang perlu investasi waktu tapi sangat meringankan biaya kesehatan lho. :)
Selengkapnya baca-baca lagi saja di website BPJS ya.

Tambahan (22 Januari 2015) Keterangan: BPJS Kesehatan adalah nama badan penyelenggara jaminan sosial nasional, dan produknya untuk jaminan kesehatan ini bernama JKN (Jaminan Kesehatan Nasional). Tulisan saya di atas sudah diubah untuk meluruskan salah kaprah penyebutannya. Baca juga tulisan tentang manfaat JKN di tulisan saya ini: Tentang JKN dan Asuransi Swasta 

Informasi lebih lanjut:

Rumah Sakit Kanker Dharmais: www.dharmais.co.id
Daftar alamat kantor BPJS

Update Tambahan (2 Oktober 2014)
Seorang teman saya, Rere, (domisili di Lampung) juga sudah mengalami bagaimana BPJS membantu biaya pengobatan ibunya, dan bukan hanya rawat inap, tapi termasuk juga rawat jalan! Silakan dibaca dalam tulisannya di sini.

Update Tambahan (2 Desember 2014)
Ada teman lagi, Simbok Venus, yang sudah sharing tips daftar BPJS di sini, dan ada sharing lengkap tentang info BPJS dari Momo juga sudah dirangkum dalam storify di sini. Semoga berguna :)

Gambar diambil dari sebuah artikel di okezone.com. 

230 thoughts on “Ada Cerita di Balik Cerita: Kanker, Operasi, dan BPJS

  1. Apakah kamu berhutang Apakah Anda perlu mengumpulkan uang untuk biaya perawatan kesehatan atau membayar
    Hutang atau dalam keadaan rusak keuangan?
    ERIC HOFFMANN LOAN FIRM
    Ada disini untuk membantu anda
    1: Pinjaman usaha
    2: pinjaman sekolah
    3: Konsolidasi Utang
    4: pembayaran sewa rumah
    5: penghiburan mati
    DLL,
    Hubungi Kami Hari Ini:

    Erickhoffmannloan@outlook.com

    TERIMA KASIH

  2. […] Assalamualaikum, pemirsaaa.. Apa kabar nih semuanya? Kangen gak sama tulisan saya yang gak nyampah? Harus kangen dong. Karena kali ini saya ingin sharing seputar Badan Penyelenggara Jaminas Sosial alias BPJS, tepatnya yang Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Mau cerita cara buat baru? Bukaaaaan, karena untuk yang satu itu sudah buanyak sekali yang menulis, dan caranya mudah kok. Seperti misalnya di tulisan Natalixia ini. […]

  3. halo, mau tanya, jadi sampai dengan operasi, minta rujukan ke puskesmas dan rsud nya hanya 1 kali ya?
    sedangkan utk SEP di RSKD harus dibuat setiap kali datang ke RSKD. begitu kah?
    terima kasih.

    1. Halo Rita,
      Iya benar, ke puskesmas dan RSUD hanya 1 kali saja.
      Dan SEP setiap datang/kunjungan ke RSKD harus buat baru (untuk kontrol juga harus buat dulu).
      Waktu opname menginap di RSKD, 1 SEP dipakai dari masuk sampai keluar.
      Sebagai catatan: Ini dulu yang kami alami ya. Saya kurang tahu kalau sistemnya ada perubahan. Semoga membantu.

  4. hai mba natalia, boleh tau nama dokter ayahnya? apakah setelah itu ada perawatan lanjutan (kemo/radio)? sekarang kondisi ayah bagaimana? ..
    mohon bantuannya ya mba, saya baru dapat berita, anggota keluarga saya suspect melanoma, terimakasih sebelumnya

    1. Halo mas Arief, maafkan saya telat membalas. Kalau saya tidak salah di Dharmais itu dengan Dokter Santo, saya lupa beliau spesialis apa.
      Ayah sendiri sudah almarhum sekarang, beliau beristirahat dengan tenang sejak akhir 2015.

Feel free to leave your comment!