Konser Tahun Baru 2015 di Aula Simfonia Jakarta

Januari, sebagai bulan pembuka tahun, biasa dipenuhi acara spesial tahun baru. Salah satu acara tahun baru yang spesial untuk saya di Januari kemarin adalah “New Year Concert 2015” yang dipersembahkan Jakarta Simfonia Orchestra (JSO), di Aula Simfonia Jakarta, daerah Kemayoran. Ini konser musik klasik dengan full orchestra ya, bukan konser musik pop :D 

Awal cerita bagaimana saya bisa menonton konser itu, adalah berkat info dari teman saya, Joni, yang selain memang sekantor dengan saya, juga sempat ngajak nonton konser bareng tahun lalu (di Aula Simfonia juga). Seneng lho, punya temen yang memiliki minat musik yang cocok, jadi bisa ada yang ngajak/diajak nonton konser musik begini. Habisnya, menurut saya, musik klasik kurang terdengar diminati di Jakarta. Tapi saya bisa saja salah, mungkin karena memang di lingkungan pergaulan saya sekarang memang sedang kurang terhubung dengan para pencinta musik klasik.

Kembali ke cerita New Year Concert, konser tersebut berlangsung pada tanggal 17 Januari 2015, dan itu bertepatan dengan tanggal ulang tahun ayah saya. Ketika mendapat info tentang konser, saya langsung mengontak dan mengajak ayah saya. Pengennya sih sekalian jadi ‘hadiah ulang tahun’ untuk ayah saya, tapi sayangnya beliau sudah punya rencana sendiri di hari itu, sehingga saya urung membelikan tiket konser buat ayah. Akhirnya saya pergi menonton konser itu bersama Rey, maspacar saya (eh mastunangan) dan Joni. Saya berangkat bersama Rey, dan langsung bertemu Joni di lokasi.

Saya sebenarnya sedang kurang enak badan dan masih batuk-batuk di hari itu. Tapi konser tersebut hanya berlangsung satu hari saja, jadi tetap saya bela-belain untuk hadir. Saya mengenakan sebuah simple black dress, membawa overcoat merah dan scarf untuk membungkus leher saya. Kenapa memakai dress, karena berdasarkan pengalaman saya, penonton konser musik klasik itu memang biasa ‘berdandan’ rapi dan anggun seperti ke kondangan pesta. Lalu di dalam Aula Simfonia Jakarta itu angin AC-nya cukup kencang dan dingin, jadi overcoat dan scarf penting untuk kenyamanan saya, dan supaya gak tambah parah sakitnya setelah menonton konser. Persiapan lainnya, sebelum memasukin aula, saya meminum air putih agak banyak supaya leher tidak kering dan gatal, jadi menghindari serangan batuk saat konser berlangsung

Sebelum konser dimulai, saya sempat berfoto bersama nih, hehehe..
https://plus.google.com/u/0/110812640907879540139/posts/VPtL4qfi3SA

 

Konser dibuka dengan The Blue Danube karya Johan Strauss II, sebuah komposisi waltz yang sebenarnya cukup familiar di telinga banyak orang, karena sering kali dipakai menjadi musik background dari film-film. Judul aslinya adalah “An der schönen blauen Donau” dan terjemahan lengkapnya adalah “By the Beautiful Blue Danube” tapi memang karya ini lebih dikenal sebagai The Blue Danube. Waltz ini banyak mengombinasikan instrumen tiup (terutama horn dan flute) dengan instrumen gesek (biola, violin). Sebagai pembuka, komposisi ini memang enak sekali karena mengayun dan manis. Saya tak henti-hentinya tersenyum menikmatinya dong, dan karena banyak alunan melodinya yang begitu familiar, saya seperti nostalgia ke masa kecil saya, masa-masa saya dininabobokan dengan musik seperti The Blue Danube ini.

Komposisi kedua adalah karya Mozart: Symphony No.41 in C Major. Karya ini adalah simfoni terakhir dari Mozart dan dikenal dengan nickname “Jupiter Symphony” – bukan tentang planet Jupiter ya, tapi tentang dewa Romawi Jupiter, atau yang kita ketahui juga sebagai dewa Zeus menurut mitologi Yunani. Kebetulan saya sendiri tidak terlalu familiar dengan simfoni ini, tapi terasa sekali di banyak bagian, kalau simfoni ini menggambarkan kemegahan, keagungan yang layak disandang seorang dewa Jupiter. Komposisi ini berdurasi kira-kira 33 menit dan terdiri dari 4 movement.

Setelah komposisi-komposisi musik tersebut, diberikan jeda sepanjang 15 menit untuk istirahat. Karena saya minum cukup banyak, jelas saya tidak sia-siakan waktu istirahat tersebut. Toilet di Aula Simfonia Jakarta tersebar di kedua sisinya, satu sisi khusus untuk perempuan, satu sisi lain untuk laki-laki. Begitu menghampiri toilet, langsung terlihat, toiletnya penuh banget sampai ke pintu masuk! Padahal ada sekitar 8 bilik toilet di sana (di toilet perempuan lantai 2). Memang semua orang kedinginan dan butuh ke toilet kali ya, haha. Sistem antriannya adalah antrian di masing-masing bilik, jadi untung-untungan apakah akan cepat dapat giliran atau tidak, tapi untunglah antrian cukup rapi dan bergerak dengan cepat.

Kembali masuk ke aula, tak lama kemudian sesi kedua konser langsung dibuka dengan komposisi khusus untuk instrumen gesek, Serenade for Strings in C Major karya Pyotr Tchaikovsky. Meski tidak ada instrumen tiup dan perkusi, komposisi ini tetap sanggup memukau dan memberikan intensitas dalam setiap bagiannya. Buat saya, mungkin karena karakter instrumen gesek sendiri, musik ini terasa lebih mellow, dan membuat emosi saya lebih ke arah galau, tapi tetap indah. Di beberapa bagian lain, musiknya tetap mampu membawa saya menjadi riang lagi.

Komposisi selanjutnya adalah yang saya tunggu-tunggu juga, Trumpet Concerto in E Major dengan Eric Awuy untuk trumpet solo. Kenapa saya tunggu-tunggu? Lagi-lagi karena komposisi ini adalah musik yang suka saya dengarkan ketika saya masih kecil. Mungkin karena instrumennya adalah terompet, menurut saya indahnya terdengar berani dan lantang, meski di banyak bagian juga terdengar lembut. Ternyata kalau dibaca pada buklet konser, Concerto ini dibuat oleh Joseph Haydn saat instrumen terompet baru saja mengalami inovasi, dari yang tadinya tidak bisa menyuarakan nada/melodi yang lengkap (jadi gak bisa do re mi fa sol yang urut), menjadi mungkin berkat penemuan Anton Weidinger, seorang trumpeter dari Vienna Court Orchestra. Makanya kalau didengarkan, bagian solo terompet di sini sangat mengelaborasi kemampuan melodi si terompet.

Konser lalu dilanjutkan dengan Invitation to the Dance Op 65 karya Carl Maria von Weber/Hector Berlioz. Aslinya Weber membuat komposisi ini untuk dimainkan di piano (dipersembahan untuk isterinya saat mereka baru beberapa bulan menikah), kemudian orkestrasinya dibuat oleh Hector Berlioz. Musik ini menggambarkan seorang perempuan muda yang diundang untuk menari oleh seorang lelaki muda, tergambar dalam rangkaian musik waltz. Buat saya sendiri, instrumen tiup dan gesek terasa seperti bersahut-sahutan sebagai perwakilan si lelaki dan si perempuan itu.

Komposisi terakhir sebagai penutup konser, adalah Les Patineurs atau Skater’s Waltz Op. 183 karya Emile Waldteufel. Latar belakang musik ini adalah musim dingin yang hebat di Prancis, yang pernah terjadi di 1879 (dua tahun sebelum komposisi ini digubah). Saking dinginnya, Sungai Seine sampai membeku dan bisa digunakan sebagai tempat skating. Musik ini menggambarkan suasana para skaters itu di atas Sungai Seine itu, dari yang mencoba meluncur dengan berhati-hati, dan kemudian dengan riang menikmati suasana musim dingin, bahkan melompat di atas hamparan es. Ada sentuhan bunyi sleighbells yang turut memeriahkan suasana musim dingin di musik ini, dan membuat saya ingin dapat menyaksikan sendiri musim dingin di Paris. Moga-moga kesampaian ya suatu hari nanti. :)

Konser ditutup dengan tepuk tangan meriah dari para penonton sambil berdiri, memberikan standing ovation untuk orkestra sambil meminta encore. Saya juga berharap semoga mereka siap memberikan penampilan ekstra (encore) dan langsung berseru girang waktu orkestra terlihat menyiapkan diri. Ternyata mereka memainkan Radetzky March, Op. 228 karya Johann Strauss Sr. yang familiar untuk banyak orang dan mudah untuk diikuti dengan tepuk tangan ramai-ramai. Seru dan menyenangkan, pilihan penutup yang membuat mood bersemangat lagi!

Buat kamu yang berminat menonton konser di Aula Simfonia Jakarta, cek saja update di website atau akun Facebook dan Twitter mereka. Bulan Februari ini ada konser Piano tepat di hari Valentine, tapi saya belum memutuskan akan pergi menonton atau tidak.

Oh ya, untuk yang penasaran dengan rangkaian musik di New Year Concert 2015, kamu bisa klik link pada judul komposisi di atas, dan menikmati video (di YouTube) dari komposisi-komposisi itu ya :D. Bagaimana dengan acara kamu di bulan Januari, ada yang spesial juga?

NB: Psst masih ada sejumlah cerita tentang bulan Januari yang sedang saya tulis. Nantikan ya ^^

26 thoughts on “Konser Tahun Baru 2015 di Aula Simfonia Jakarta

    1. Amin! Dan paling menyenangkan kalau nonton konser itu pas kita tahu lagunya, jadi moga-moga pas bisa ke Aula Simfonia Jakarta, pas dapat performance lagu yang familiar ya ^^

  1. aduh.. aku seneng sekali nonton orkestra, Nat. choir juga suka sih. terakhir nonton sih desember lalu, konsernya Iskandar Widjaja di bentara budaya jakarta. kalau ada acara beginian lagi kabar2in ya hihi.

    1. Halo Andri, sebenarnya untuk menjawab komposisi apa yang cocok untuk momen tahun baru, saya hanya bisa menjawab sebagai penikmat awam yah: Akan lebih disukai kalau memainkan musik yang ringan dan mudah dinikmati/ musik populer yang cukup sering didengar. Makanya buat saya Blue Danube itu enjoyable sekali :)

Feel free to leave your comment!

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s