Tulisan ini saya edit dari sebuah blog entry lama saya berjudul “Cermin”, yang saya tulis di bulan Agustus 2006 (ketika masih ada layanan blog dalam Friendster).
Karena alasan kesejahteraan pembaca yang akan terpana dengan gaya tulisan alay saya yang dulu, archive tulisan tersebut saya simpan sebagai entry privat di sini.
Lucu, dan agak menakjubkan, bahwa dulu saya sudah pernah menulis such wisdom (walau gaya bahasanya hancur nian). Moga-moga saja, sharing saya di bawah ini bisa menjadi semacam refleksi juga untuk teman-teman..
Cermin itu sebenarnya sederhana, dia hanya memantulkan bayangan dari benda atau objek yang ada di depannya. Dia tidak serumit lensa cekung atau cembung yang membelokkan sinar dan mengubah bayangan yang terpantul padanya.
Ketika kita berdiri di depan cermin, kita jadi bisa melihat dengan lebih jelas diri kita sendiri. Atau tepatnya bayangan diri kita yang terpantul di cermin itu; persis sama.
Tapi selain cermin yang kita kenal sehari-hari ini, sebenarnya di dalam hidup kita, ada juga cermin-cermin yang lain yang hadir untuk membantu kita dalam kehidupan, dan saya bersyukur untuk keberadaan cermin-cermin ini.
Istimewanya, cermin-cermin yang ini dapat membantu melihat diri kita dari sudut pandang yang berbeda, melihat karakter kita yang kita keluarkan secara sadar atau tidak sadar, termasuk kesalahan kita, kekuatan kita, kelemahan kita, dan diri kita seluruhnya dengan lebih objektif (sejauh mana kita membuka diri kita).
Cermin itu adalah orang-orang di sekitar kita, … that’s what I think.
Yang lebih banyak berfungsi sebagai cermin ini tentunya orang-orang yang dekat dengan kita seperti keluarga dan teman-teman terdekat, tapi tidak tertutup kemungkinannya termasuk juga musuh kita, atau orang-orang yang tidak kita kenal tapi ada di sekitar kita.
Melalui orang-orang di sekitar kita ini, kita bisa terbantu melihat diri kita dengan lebih jelas. Lewat pandangan atau komentar orang terhadap kita, sikap mereka terhadap kita…
Jangan lupa, orang-orang lain itu sekedar membantu buat kita melihat diri kita, tapi bukan berarti kita harus menilai diri kita selalu berdasarkan standar orang lain. Kita tidak bisa melulu bergantung penuh pada komentar dan pandangan orang-orang di sekitar kita.
Pada cermin, bayangan hadir karena ada benda asli untuk dipantulkan. Bukan karena ada bayangan maka benda asli menjadi ada.
Jadi harus tetap ada namanya kepercayaan terhadap diri sendiri dan tidak selalu kemakan omongan orang. Bagus dong kalau kita bisa melihat diri kita sendiri dengan sudut pandang orang lain, jadi bisa lebih obyektif at certain times. Tapi ini gak berarti orang lain itu jadi yang paling benar dan selalu benar. Nah di titik ini deh kita perlu lebih bijaksana lagi, buat menyaring kata-kata orang tentang kita.
Ada kalanya orang lain benar, ada kalanya mereka gak benar dan boleh kita abaikan saja, so we don’t have to overburden ourselves. Karena bagaimanapun yang menjalani hidup kita adalah diri kita sendiri. We made your own decisions, we should know and be ready for the consequences.
The ‘mirror’ is a tool. Now it is up to yourself how to use the tool. It can lead you to something good, and it can also lead you to something bad.. Learn to be wise, learn it by doing.
Kalau memang suatu saat dirimu terbantu oleh salah seorang dari sekitarmu, be grateful. Be thankful.
Gambar cerminnya diambil dari blog ini.
INI INI
Ada kalanya orang lain benar, ada kalanya mereka gak benar dan boleh kita abaikan saja, so we don’t have to overburden ourselves.
sepakat sekali dengan yang ini, kakak..
Tapi perlu bijak juga untuk memilah mana yang bisa diabaikan mana yang baik dipertimbangkan.. Hahaha..
idenya serupa dengan tulisannya Memeth di blognya, yang tentang Johari Window. :)
Oh ya? Aku belum pernah baca ituuu :P :P
The mind is everything. What you think you become [Buddha]
Wise words. (iya lah ya, dari Buddha..)
Agak bertentangan nih…. Cermin melihat diri kita persis sama pada saat kita melihat ke arah cermin, tapi orang lain justru berbeda…
Menurut gue, seharusnya analogi cermin itu menjadi apa yang kita lihat di orang lain, apa yang tidak kita suka, apa yang kita suka, kita harus refleksi ke dalam juga. Tidakkah itu kita melakukan hal yang sama?
Kuman di seberang lautan tampak, gajah di pelupuk mata tidak tampak.
Aih ini komentar pinter. True, mungkin seharusnya lebih didetail lagi: orang lain memberikan reaksi atas apa yang kita lakukan/perbuat (kelakuan kita in general etc etc). Jadi dari reaksi orang lain kita bisa melakukan pembelajaran dan refleksi diri.. Hehe.. ya ini kan tulisan dari tahun dulu-dulu gituuu.. *alesan*
:) dan jangan selalu percaya pada cermin karena bisa saja ada ilusi yang tersembunyi ;) :P
Benaarrr.. hahaha *aku mah gampang setujuan >.<
eng…aq bingung mau komen apa >..<
Tulisan keren
Thank you yahh :)